Sabtu, 08 Februari 2014

Bosan

Rindu berjuang demi seseorang yang memberi kehilangan buat kita boleh, kan?

Saat menulis ini aku sedang duduk di meja belajar ditemani setumpuk tugas matematika yang harus selesai nanti malam. Adakalanya manusia merasa jenuh atas kegiatan yang menguras pikirannya. Sebentar-sebentar aku lirik lembar kerja-ku, ada secuil rasa takut jika nanti aku menyerah untuk tak menyelesaikannya. Sudah menjadi penyakit pelajar, ya. Semoga saja tidak.

Ada yang tahu alasanku singgah disini?

Jangan jawab pertanyaan diatas jika jawabannya karena gadis malang ini sedang gelisah dan sebentar lagi akan menulis cerita cengeng.

Bukan.

Hal sebenarnya adalah ketika gadis malang ini sudah menyatukan niat menulis yang berserakan untuk mencipta kalimat indah, ceria dan tidak membuat mata rusak, tapi berantakan ketika headset yang menyumpal ditelinganya memutar beberapa playlist lagu tak semestinya.

Sedih, sekali, ya.

Terkadang, aku sendiri merasa bosan ketika melihat tulisanku sendiri. Tulisan-tulisan bodoh dan sangat amat terkesan cengeng. Barisan kalimat yang tak semestinya aku tuangkan. 

Bicara perkara 'rindu'... Ah, sepertinya hampir tidak pernah ada kata bosan untuk yang satu ini. Menulis... iya, perkara barisan kata-demi-kata yang tertuang di sini ada, alasannya hanya karena menulis adalah media ketika bibir tidak lagi mampu berucap.

Tak apa lah, yang penting aku tetep sayang kamu...

Selasa, 31 Desember 2013

Dari kesalahan

Datang dan pergi. Dua kata yang selalu berhubungan, layaknya Hujan dan air, Panas dan api. Tuhan selalu punya rencana yang indah dan terbaik untuk para umat-Nya. Cara Tuhan memberi Datang dan Pergi ke setiap insan berbeda-beda. Kita dapat berangan dan menyusun masa depan yang indah, tapi tetap saja, Tuhanlah yang memegang kendali atas takdir makhluk-Nya. Tuhan memang Maha Segalanya. 

Cinta datang untuk pergi. Itu presepsi salah satu penulis yang pernah aku baca sinopsis bukunya. Pemikiran setiap orang berbeda-beda. Ketika pemikiran mereka sama, berarti perasaan mereka sedang satu arah. 

Banyak hal yang tak terduga dalam hidup ini. Misal saja ketika detik ini kita bilang, "Aku janji bakal sama kamu terus" atau "Kelak gue bakal ngajak lo ke kota kesayangan gue", bisa saja untuk detik selanjutnya semua kalimat itu berganti haluan. Ya, manusia sudah punya jalannya masing-masing.

Bicara tentang 'Hal Yang Tak Terduga', banyak pengalaman yang akan menjadi sesuatu senjata agar tak jatuh dilubang yang sama. Ketika kita membuat satu kesalahan, kita punya satu pengalaman. Dan dari kesalahan, kita bisa membagi pengalaman ke orang lain. Setikdaknya mereka akan lebih berhati-hati dalam drama hidupnya masing-masing.

Sebenarnya sih, ini basa-basi. Tapi, justru biar basa-basi. Keren kan? Maklum.

Kembali bicara tentang 'Hal Yang Tak Terduga'. Hmm, tidak, bukan. Bagaimana jika tentang Hari ini?

Sedikit menengok kebelakang, baca saja masa lalu. Aku akan membagi kesalahan untuk pengalaman disini. Banyak yang mendiskripsikan masa lalu dengan 'kesalahan'. Kesalahan terindah? atau kesalahan terbaik? Entah.

Aku pernah berpikir hal yang tersebut Mengubah masa lalu yang kelam. Padahal setelah di pikir lagi, itu adalah pekerjaan orang bodoh. Mengubah masa lalu adalah sebuah kesalahan, tetapi mengubah masa depan adalah sesuatu yang harus dilakukan. Ketika rencana tidak sesuai, kita bisa apa? Kita bisa membuat kembali yang terbaik menjadi lebih baik, bro. Hanya lakukan apa yang kamu anggap baik dan layak di perjuangankan. Soal menyesal, bisa diatur. Jangan pernah menyerah sebelum berperang. Lakukan selagi kamu bisa. Meski kamu lemah atau tidak beuntuk sekalipun, itu bukan alasan untuk hanya sekedar berdiam diri dan membuang waktu. Waktu tak pernah mau menunggu untuk mereka yang selalu menunggu. Ingat, "Ketika kamu kehilangan sesuatu, kamu akan mendapatkan sesuatu."

Senin, 09 Desember 2013

Suatu sore

Suatu sore.

"Hai, bagaimana kabarmu?", kata-nya sambil berharap banyak.
"Baik. Kamu?", jawabmu ketus.
"Aku baik. tapi aku pernah lebih baik dari hari ini, itu ketika bersamamu", sahut-nya menahan bulir yang hendak jatuh.
"Kau masih mencintaiku?", tanyamu.
"Masih", sederhana katanya.
"Lupakan aku", spontan kamu mengeluarkan statement itu.

Dia menghela nafas sebentar dan kemudian melakukannya kembali.

"Semudah itu?", katanya lagi.
"Iya, aku sudah tidak mencintaimu lagi", katamu semakin ketus.
"Karena dia?", dan sekarang, bulirnya sudah pecah basah turun melewati pipi.
"Tidak", katamu memalingkan pandangan.
"Kamu bilang kamu tak suka berbohong. Tapi mengapa kamu berbohong?". Kamu terdiam, lalu pergi, dikejauhan, samar-samar dia melihat kamu menggandeng seorang penggantinya.

"Tolong, bisakah kamu bilang bahwa ini tak nyata?", katanya sembari tertunduk.
"Tidak, dia lebih baik dari kamu", sahutmu semakin erat menggandengnya.
"Lalu untuk apa kamu membuat kisah bertahun-tahun bersamaku hanya untuk membuat aku tak percaya lagi akan cinta?"
"Sudahlah cari yang lebih baik dari aku"
"Aku tidak sembarang berlabuh. Aku kira kamu berbeda. Ternyata, sama. Bahkan mungkin lebih buruk. Aku menyesal", dia menyeka air matanya.

Kamu kembali menggandeng bayangan itu. Kamu pergi tanpa ber-pamit terlebih dahulu. Kamu sedang menikmati kenyamanan yang diciptakan oleh bayangan yang tersebut 'orang ketiga'. Begitu persis, begitu identik seperti apa yang terjadi beberapa tahun lalu. Dia tertunduk kembali.

"Belajar untuk tidak mempedulikanmu? sulit dan sakit. tapi, pasti bisa. Aku yakin bayangan itu lebih baik dari aku, itu alasan kamu pergi, kamu tidak meninggalkanku, melainkan mencari yang lebih baik dari aku. Dia pasti bisa menjagamu, terima kasih sudah mengajarkan aku tertawa sambil menangis", teriaknya dalam hati.


Kemudian dia benar-benar hilang

Pernah, aku merasa bahagia. Kabarku pernah lebih baik dari hari ini. Pernah, Hujan memintaku berteduh sejenak di bawah rindangnya pohon sewaktu sore. Tetesan demi tetesan membawa sejuta kebahagiaan didalamnya. Dinginnya seolah terlupakan ketika aku tersadar, bahwa, aku tak akan pernah sendiri lagi.

"Kita pulang saja ya?"

Aku terdiam. Kamu mengerti, dan waktu itu terasa sangat indah saat kamu selalu tahu dan mengerti.
Kami berlari dibersama rintik-rintik hujan. Kami tertawa diantara ribuan air bumi. Kami telarut bersama mereka. Kami lakukan itu hingga hujan membuat kami bosan.

"Bagaimana dengan ring basket di sudut sana?", katamu langsung menarik pergelangan tanganku.

Aku hanya mengikuti alur yang kamu buat. Semua terlihat rapi dan sempurna. Tingkahmu dan seluruhnya. Aku seperti tersihir. Kata orang 'kita akan membuatnya jatuh cinta saat berhasil membuatnya tersenyum', tapi semua itu harus diubah ketika aku bersamamu, karena aku malah jatuh cinta berkali-kali saat melihat kamu tersenyum, tertawa, dan melihat tingkahmu. 

Hujan masih menahan kami di sebuah pusat perbelanjaan. Kami rindu pulang. Kami sudah menyerah sekarang. Kebahagiaan yang berlebihan.

"Kamu senang?", tiba-tiba dia bertanya dan aku mengangguk.
"Kamu bahagia?", jawabanku masih sama.
"Bagaimana jika aku pergi?", jawabanku tak lagi sama. Aku mengabaikannya, kemudian aku kembali menikmati hujan diluar sana.

"Sudah maghrib, bagaimana kita pulang?"
"Tunggu saja sampai reda, jangan cari penyakit", kataku sembari menyentuh rintik-nya.
"Jangan ambil resiko, kita tidak mungkin terjebak semalaman, aku punya tanggung jawab mengantarmu pulang sebelum larut", sahutnya membuatku tersenyum, aku mengiyakan pintanya. Dia punya tanggung jawab.

Disepanjang perjalanan, dia terus bertanya bagaimana keadaanku. Aku bilang 'aku baik-baik saja dan aku merasa bahagia'. Keadaan yang dikata orang adalah romantis.

"Maaf sudah membuatmu dingin, maaf sudah membuatmu basah"
"Tidak apa, aku senang, kamu yang seharusnya aku khawatirkan. Terimakasih. Aku suka hujan, sebagai penanda bahwa kita pernah ada."

Perlahan hadirnya semakin hilang, hingga kemudian dia benar-benar hilang.