Senin, 09 Desember 2013

Suatu sore

Suatu sore.

"Hai, bagaimana kabarmu?", kata-nya sambil berharap banyak.
"Baik. Kamu?", jawabmu ketus.
"Aku baik. tapi aku pernah lebih baik dari hari ini, itu ketika bersamamu", sahut-nya menahan bulir yang hendak jatuh.
"Kau masih mencintaiku?", tanyamu.
"Masih", sederhana katanya.
"Lupakan aku", spontan kamu mengeluarkan statement itu.

Dia menghela nafas sebentar dan kemudian melakukannya kembali.

"Semudah itu?", katanya lagi.
"Iya, aku sudah tidak mencintaimu lagi", katamu semakin ketus.
"Karena dia?", dan sekarang, bulirnya sudah pecah basah turun melewati pipi.
"Tidak", katamu memalingkan pandangan.
"Kamu bilang kamu tak suka berbohong. Tapi mengapa kamu berbohong?". Kamu terdiam, lalu pergi, dikejauhan, samar-samar dia melihat kamu menggandeng seorang penggantinya.

"Tolong, bisakah kamu bilang bahwa ini tak nyata?", katanya sembari tertunduk.
"Tidak, dia lebih baik dari kamu", sahutmu semakin erat menggandengnya.
"Lalu untuk apa kamu membuat kisah bertahun-tahun bersamaku hanya untuk membuat aku tak percaya lagi akan cinta?"
"Sudahlah cari yang lebih baik dari aku"
"Aku tidak sembarang berlabuh. Aku kira kamu berbeda. Ternyata, sama. Bahkan mungkin lebih buruk. Aku menyesal", dia menyeka air matanya.

Kamu kembali menggandeng bayangan itu. Kamu pergi tanpa ber-pamit terlebih dahulu. Kamu sedang menikmati kenyamanan yang diciptakan oleh bayangan yang tersebut 'orang ketiga'. Begitu persis, begitu identik seperti apa yang terjadi beberapa tahun lalu. Dia tertunduk kembali.

"Belajar untuk tidak mempedulikanmu? sulit dan sakit. tapi, pasti bisa. Aku yakin bayangan itu lebih baik dari aku, itu alasan kamu pergi, kamu tidak meninggalkanku, melainkan mencari yang lebih baik dari aku. Dia pasti bisa menjagamu, terima kasih sudah mengajarkan aku tertawa sambil menangis", teriaknya dalam hati.


1 komentar:

Unknown mengatakan...

bagusss :')

Posting Komentar